Seni rajah tubuh atau Tattoo tradisional bermotif khas di kalangan suku Dayak Aoheng—juga sering disebut Dayak Penihing—yang berada di hulu Sungai Mahakam kini mulai menunjukkan era kebangkitan. Para pemuda di Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, kini lebih membanggakan (Tattoos Places) Tattoo khas Dayak sebagai tren model daripada Tattoo motif modern.
Tim Ekspedisi Lintas Barito- Muller-Mahakam pekan lalu menelusuri fenomena kebangkitan Tattoo Dayak di desa-desa yang ada di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur (Kaltim). Penelusuran dimulai dari Penyinggahan Penyungkat di hulu Sungai Sebunut hingga ke hilir tepatnya di daerah Long Bagun di tepi Sungai Mahakam.
Kecamatan Long Bagun merupakan terminal air paling hulu dan paling ramai yang dikunjungi warga dari berbagai aliran sungai. Long Bagun juga menjadi pusat transit dan pusat perdagangan bagi warga hulu Sungai Mahakam. Daerah tersebut menjadi pemberhentian terakhir kapal-kapal besar atau biasa disebut taksi Mahakam.
Hampir setiap sopir taksi air yang dijumpai selalu memiliki tattoo di bagian tubuhnya. Hal yang menarik, Tattoo-Tattoo (Tattoos Places) tersebut tidak lagi bermotif modern, melainkan bermotif tradisional. Fenomena itu menarik perhatian dua orang antropolog yang menyertai tim ekspedisi. Laurensius Ding Lie (40), yang menyebut dirinya pembuat Art Tattooo Dayak di Kampung Long Bagun Ilir, mengatakan, hampir semua pemuda di kampungnya memiliki Tattoo bermotif tradisional khas Dayak. ”Sekarang tidak ada lagi yang minta diTattoo modern seperti gambar tengkorak atau gambar modern lainnya,” katanya.
Empat motif utama yang disukai adalah motif asoe (anjing), naga, irap aran, dan anyam darli (tali beranyam). Selain tiga motif itu, masih ada ratusan motif khas Dayak yang hanya dihafal Laurensius dalam kepala dan tidak pernah didokumentasikan dalam bentuk gambar cetakan.
Kepala Adat Kampung Long Bagun Ilir Yosep Lie Aran mengatakan, dulu Tattoo dibuat dari jelaga asap hitam damar yang dibakar. Jelaga itu dicampur dengan sari daun terong pipit. Karena itu, secara filosofis Tattoo bagi orang Dayak Aoheng (orang Kalteng menyebutnya sebagai Dayak Penihing) merupakan lentera atau lampu penerang menuju surga layaknya damar yang digunakan zaman dulu untuk penerang kegelapan. ”Jadi Tattoo bagi kami bagian dari spiritual dan tidak ada maksud untuk menjadi jagoan seperti yang dicitrakan selama ini,” kata Laurensius prihatin dengan citra Tattoo yang diidentikkan dengan kekerasan.
Tattoo Dayak memiliki simbol-simbol sakral yang secara sosial kemasyarakatan bisa menjadi penanda dari status seseorang. Karena kesakralan Tattoo Dayak tersebut, pembuat Tattoo Laurensius kini hanya mau melayani pembuatan Tattoo untuk warga Dayak. ”Orang luar Dayak bisa saja saya Tattoo, tapi saya harus tahu betul bahwa orang tersebut tidak akan menyalahgunakan Tattoo untuk gagah-gagahan,” kata Laurensius.
Antropolog dari Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis Marko Mahin dan antropolog dari Universitas Lambung Mangkurat Setia Budhi menilai kebangkitan Tattoo di kalangan muda merupakan fenomena menarik.
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar